Hipotermia Pagi
Bumi dengan sigap menjaring gerimis pagi ini. Akar-akar pohon lincah
mencecap air langit. Sudah beberapa bulan kemarau meraja. Dan aku, pagi ini
sudah siap menuju kota
Bandar jaya, tempatku bekerja. Dengan terpaksa kususuri jalan beraspal yang
telah basah dan sedikit licin dikarenakan gerimis belum juga reda. Aku
mengendarai sepeda motorku dengan kecepatan sedang. Angin begitu dingin
berhembus, rasanya jaket yang aku kenakan tidak mampu mengusir dingin.
Gerimis semakin membesar dan menciptakan hujan lebat, langit begitu
hitamnya. Kurasa hujan kali ini akan berlangsung cukup lama. Bergegas aku
mencari tempat untuk berteduh. Di teras rumah penduduk akhirnya aku berteduh,
lama kutunggu hujan tak juga reda. Aku membuka tas plastik yang berisi
baju-baju bersih, kuambil jas hujan yang ada di dalamnya. Setelah merapihkan
kembali tas plastik berisi baju bersih dan aku letakkan di bawah jok sepeda
motorku, aku kenakan jas hujan dan memutuskan membelah hujan lebat. Aku yakin tas
plastikku tidak akan kebocoran, jadi pakaian yang ada di dalamnya tidak akan
basah terkena air hujan. Dengan santainya aku menerobos hujan, pikiranku
melayang bersama basahnya jaket yang kukenakan. Bunyi tempias hujan menimpa
kaca helmku terkadang membuat pemandangan mata kurang bebas.
Perasanku tidak enak setelah menempuh perjalanan sekitar 2 kilometer
lebih, kedua kakiku menapak di sadel bagian belakang motor dengan sigap
kupindahkan ke bawah jok motor dimana berada tas plastik yang berisi pakaian bersih.
Kosong, kakiku tidak merasakan suatu benda disana. Cepat aku melihat kebawah,
dan astaga, seruanku tertahan. Tas plastik berisi pakaian bersihku yang
sejatinya ada disitu tidak ada. Raib entah kemana. Hujan mulai reda, tetapi
dingin yang merajai tubuhku seperti aku dalam keadaan hipotermia.
Aaaarrggghhhh.
Dengan cepat aku memutar arah, aku berharap tasku itu terjatuh di
sepanjang perjalanan yang telah kulalui. Badanku masih menggigil. Pelan sekali
aku telusuri jalan-jalan basah sisa hujan. Mataku lalang memandang tiap detil
jalanan. Setelah dua kali berturut-turut aku telusuri jalanan yang telah kulalui,
ternyata tasku benar-benar raib. Hilang entah kemana. Dengan lemas aku terpaksa
pulang ke kostanku dan bergegas menuju kantor.
Pagi ini aku kehilangan. Kehilangan hampir 15 stel pakaian bersihku.
Dan sebagian pakaian itu sudah aku persiapkan untuk beberapa hari liburan di Bali .
Kehilangan Senja
Aku terbang bersama kehilangan
Berharap senja bertandang
Aahhhhh lampu-lampu malam
Bukan terang bintang
Mungkin, pakaianku pun ikut terbang pagi tadi
Menuju kuburnya yang abadi
Meski aku harus membeli lagi
Tetap kuikhlaskan diri
Dan sore ini, di Jakarta aku terdiam
Kehilangan senja dengan momen terindah
Hanya deru mesin kendaraan yang lalu lalang
Lalu aku terlelap dengan lapang.
Bali, 21 oktober 2012
Pukul 16.30 WITA
Angin laut yang membuat gerah menyapaku ketika
pertama kali menginjakkan kaki di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.
Bergegas aku dan temanku berjalan menuju pintu kedatangan domestik. Segala
sesuatunya sudah kami persiapkan, termasuk penginapan. Kuhirup berulang-ulang
udara Pulau Dewata ini, bagai mimpi bisa menginjakkan kaki di tempat yang
banyak sekali dikunjungi wisatawan, baik dalam maupun luar negeri.
Dari bandara Internasional Ngurah Rai Bali, kami
langsung menuju penginapan yang dekat sekali dengan pantai kuta. Kami menyewa
taksi untuk bisa sampai ketujuan. Sepanjang perjalanan aku memperhatikan
bangunan-bangunan gedung yang ada di kota ini. Banyak bule-bule yang lalu
lalang. Tak ingin ketinggalan sunset yang indah di pantai kuta, aku menyarakan
sopir taxi untuk menurunkan kami di dekat pantai. Sayang sekali rasanya bila
meninggalkan moment indah ini. Pantai Kuta sendiri terletak di pulau Dewata tepatnya di kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali . Hanya berjarak 10 kilometer dari kota Denpasar
dan hanya 10 menit perjalanan membuat pantai ini sangat banyak dikunjungi
wisatawan yang sedang berlibur di Bali.
Matahari perlahan tenggelam seperti masuk dalam lautan, kilatan
lampu kamera dari para pengunjung pantai kuta berkilatan. Hal yang sama juga
aku lakukan, tak ingin kehilangan moment
indah ini aku mengabadikannya dalam jepretan kamera yang kupegang. Sekilas
suasana pantai terang oleh kilatan lampu kamera. Ramai sekali pantai kuta, baik
wisatawan lokal maupun asing. Mereka semua saling melihat ke satu tujuan yaitu
dimana matahari benar-benar akan tenggelam di satu titik yang indah. Akhirnya
niatku kesampaian melihat sunset di
Pantai Kuta. Puas memandang sunset
akhirnya aku putuskan untuk jalan ketempat penginapan yang sehari sebelumnya
sudah kami pesan. Bergegas aku dan temanku berjalan menuju penginapan karena
sudah magrib. Beruntung jarak antara penginapan dan pantai dekat, jadi kami
bisa jalan kaki menyusuri jalan poppies lane ini. Di sepanjang jalan ini banyak
took-toko yang berjejer menjual souvenir khas Bali .
Sedangkan di sepanjang jalan pantai Kuta berjejer hotel dan restoran kelas
dunia, seperti Hardrock Hotel, Hardrock
Cafe, Hotel Ritz Carlton dan sebagainya. Bila ingin memilih hotel atau penginapan
dengan tarif yang murah, kita bisa mencarinya di daerah Poppise Lane yang terletak di dekat pantai Kuta juga, karena di
daerah ini sudah sangat terkenal oleh kalangan Backpacker baik dari Indonesia maupun mancanegara. Nah
karena aku dan temanku termasuk orang yang berkantong tipis, akhirnya kami
menyewa kamar hotel di Hotel Baneyase yang tarif semalamnya hanya Rp.
150.000,-. Murah meriah dan yang lebih enaknya lagi hotel ini dekat dengan
pantai, jadi bila sewaktu-waktu kami hendak ke pantai tinggal jalan kaki saja.
Pukul 20: 05 WITA
Jadwalku malam ini menyusuri Jalan Legian yang begitu ramai,
kendaraan macet total di sepanjang jalan ini. Hanya nama-nama yang tertera di monumet
Bom Bali saja yang setia menghirup udara dengan polusi kendaraan bermotor, sebagai
saksi bisu tanpa kata-kata melihat tingkah laku lalu lalang baik kendaraan atau
pun pejalan kaki, serta tetap setia mendengar suara bising yang hiruk pikuk di
sekitarnya. Monumen ini juga sekaligus saksi sejarah kelam yang terjadi di Bali tepatnya pada tahun 2012 kawasan yang ramai
dikunjungi turis asing ini di bom oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Tercatat sekitar kurang lebih 200 orang korban jiwa dalam peristiwa
ledakan ini. Banyak praduga atau prasangka dalam peristiwa ini yang melakukan
adalah orang-orang Islam garis keras, walau pun belum ada bukti signifikan yang
ditemukan atas prasangka tersebut. Peristiwa ini juga diabadikan dalam sebuah
film yang berjudul Long Road To Heaven.
Puas berjalan kaki menelusuri sepanjang Jalan Legian dan
menyempatkan diri foto di depan monumen bom Bali ,
perutku berontak minta di isi. Lapar, yah saat ini aku benar-benar lapar.
Mencari makanan yang halal mungkin salah satu kendala yang kutemui ketika
berada di bali, mataku bergidik ketika melihat warung tenda yang memajang babi
guling dalam etalase kaca yang diterangi cahaya lampu. Ya menu utama di warung
tenda ibu sekar ini adalah babi guling. Hampir saja selera makanku hilang
karenanya. Setelah mencari-cari, akhirnya aku menemukan warung padang . Benar-benar hebat orang Padang , dimana-mana ada
saja warung nasi. Tak terkecuali di Bali ,
dengan lahap aku manjakan perutku ini.
***
Masih dengan keramaian yang sempurna melewati tengah malam, aku
putuskan untuk tidur memeluk mimpi. Dengan lelah aku dan rombonganku pulang
menuju kamar penginapan. Satu informasi yang lupa aku sampaikan, aku kebali
bersama 4 temanku. Tapi biarlah disini aku tidak menceritakan ke 6 temanku itu.
Aku masih ingin sendiri menikmati cerita yang kusajikan dalam catatan
perjalananku kali ini. Besok kami akan mengunjungi tempat-tempat wisata lainnya
yang ada di bali, kami hanya tiga hari di bali, itu pun sudah di potong setengah
hari ini dan tanggal 23 Oktober pagi-pagi sekali kami sudah harus menuju
bandara untuk pulang menuju Jakarta. Jadi, hanya sehari full tanggal 22 Oktober
waktu yang kami punya untuk melakukan perjalanan ke tempat wisata yang ada di
bali, meski pun kami yakin kami tidak akan bisa mengunjungi semua tempat wisata
yang ada di bali. Sebelumnya kami telah menyewa mobil untuk mengantar kami
besok pagi.
Aku terlelap tidur dengan khayalan tingkat tinggi, hingga perasaanku
terbang dan sayup-sayup aku mendengar lagu yang dinyanyikan oleh Cindy Cenora
penyanyi cilik era tahun 90-an.
Sungguh indah di Pulau Bali
Pulau Dewata menawan hati
Sayang-sayang waktu
kupulang
Teringat selalu di pulai
ini
Pagi-pagi sudah bikin suasana hati gak enak, segala sesuatu yang
telah kami rancang semalam pagi ini buyar, remuk tanpa sisa. Kami berenam pecah
kongsi. Sejatinya kami menyewa mobil seharga Rp.300.000/sehari batal. 4 temanku
memutuskan untuk pindah hotel dan mereka ada urusan yang lain. AARRRGGGHHHHH
Tidak mau menyia-nyiakan seharian ini, aku dan satu temanku akhirnya
menyewa motor. Lebih murah ketimbang harus menyewa mobil Rp. 50.000,- /hari.
Meski masih jengkel tetapi aku berusaha tetap tenang. Untung ketika pertama
kali turun di bandara aku menyempatkan mengambil beberapa brosur iklan
perjalanan dan peta lokasi tempat wisata yang ada di Bali .
Lumayan, ini bisa dijadikan sebagai petunjuk perjalanan kami. Sebelumnya kami
pun sudah bertanya dengan petugas hotel dan mereka pun memberikan keterangan
jalan yang harus kami lalui. Jadilah hari ini kami nekat menyelusuri
jalan-jalan di Bali yang padat dan tentunya sangat panas. Parahnya lagi aku
tidak mengenakan jaket sebagai pelindung dari sengatan matahari, karena jaket
yang aku bawa harus rela kuberikan kepada temanku yang jadi sopir membawa motor
membelah jalanan. Dia lupa membawa jaket.
seru keliatannya, tapi serem juga ya banyak yg minum-minum gitu ...hehehe
BalasHapusiya mas, sepertinya disana bebas banget
HapusWarung Padang ini semacam Indonesia fast food restolah ya he he. Sama seperti teman suami di Manado, takut nggak cocok sama makanannya (makanan halal si banyak, tapi nggak cocok di lidahnya), jadi warung Padang jadi andalan.
BalasHapusiya mba setiap ke suatu daerah yang dirasa kurang aman soal makanan ya saya pasti milih warung padang, bahkan ketika di luar negeri pun saya makan nasi padang
Hapus