Rabu, 09 November 2016

Membeli Buku Dengan Cara Kredit


Membeli Buku Dengan Cara Kredit.


Kita semua sudah paham bahwa membaca adalah jendela dunia. Membaca sebagai aktivitas yang bermanfaat mengetahui berbagai macam hal. Membaca dapat kita lakukan dengan berbagai macam alat baca, salah satunya adalah membaca buku.

Ketika saya masih duduk di bangku perkulihan, membaca buku adalah hal yang paling wajib dilakukan. Mengingat tugas perkulihan sangatlah banyak membutuhkan berbagai macam referensi yang perlu dibaca sebagai bahan penunjang. Saya sering sekali mengunjungi perpustakaan kampus tempat saya menimba ilmu. Selain itu, saya pun terkadang menyempatkan diri membaca buku-buku yang saya perlukan di kampus lain atau ke perpustakaan daerah.

Karena keterbatasan dana yang saya miliki sebagai mahasiswa yang uangnya jauh dari kata cukup, untuk membeli buku pada saat itu adalah hal yang sangat sulit saya lakukan. Ada kisah menarik yang terjadi antara saya dan buku. Dulu ada toko buku (saya lupa nama toko bukunya) di daerah Jl. Cengkeh, Raja Basa, Bandar Lampung, tepatnya di komplek Pondok Pesantren Mahasiswa Darul Hikmah. Nah di toko buku tersebut yang di kelola oleh salah seorang ikhwah (Lagi-lagi saya lupa nama akhi tersebut) yang bila bertemu saya pasti masih ingat, memberikan kemudahan kepada mahasiswa miskin seperti saya apabila ingin memiliki buku bacaan bisa dibeli secara kredit.

Nah tawaran yang sangat menarik ini disambut antusias oleh banyak pelanggan toko bukunya tersebut, termasuk saya. Waktu itu saya kredit beberapa buku bacaan, termasuk di dalamnya adalah novel Ayat-ayat Cinta dan Kumpulan Cerpen Ketika Mas Gagah Pergi. Dulu novel itu belumlah terdapat stempel Best Seller di cover depan bukunya. Disinilah saya mulai menyukai novel-novel religi. Waktu itu, dengan membaca novel religi saya mempunyai pengetahuan keislaman dengan cara yang berbeda yaitu membaca sebuah novel.

Lain halnya ketika saya membaca buku kumpulan cerpen berjudul Ketika Mas Gagah Pergi. Waktu itu hati saya sedang gundah gulana, betapa tidak, keinginan untuk mengenyam pendidikan islam disalah satu pondok mahasiswa yang ada di Bandar Lampung secara gratis alias mendapat bea siswa kandas. Saya tidak lolos ujian masuk.

Dengan berat hati, saya mengepak baju-baju saya dan pulang kampung.  Dalam perjalanan pulang, di dalam bus saya membaca kumpulan cerpen, tepat membaca cerpen yang berjudul Ketika Mas Gagah Pergi sampai selesai, air mata saya menderas tanpa bisa saya bendung.

“Kenapa dek koq nangis sesegukkan?”
“Habis kabur dari rumah yah?”


Seorang bapak yang tepat duduknya di depan saya bertanya ketika saya menangis sesegukkan. Bapak tersebut berpikir, mungkin saya menangis akibat diusir oleh orang tua. Saya hanya tersenyum kecut mendengar pertanyaannya. Saya pandangi diri saya yang menggendong tas ransel dan pakaian kucel yang saya kenakan. Mungkin memamang terlihat seperti orang yang akan kabur dari rumah.

Kotabumi, 10 November 2016

Minggu, 06 November 2016

PUISI : TAHTA BERDARAH

Tahta Berdarah



Gerbong kereta ini hendak kemana bila aku terpaksa menemui kalian?
Mungkin itu ucapmu dalam hati ketika kami datang bertandang ke rumah tuan
Jangan takut, hati kami putih bersih seperti baju kami
Jadi jangan takut tuan

Di gerbang istanamu, kami mengetuk tuan. Dengan damai
Tapi kau berlari diantara gerbong kereta api
Ini perlu ditinjau dan di awasi, katamu
Lantas kamu tega tinggalkan kami?

Apakah tuan masih terus menyimpan api? Hati-hati tuan, tamumu tak minta makan.
Bahkan dari penjuru nusantara memberikan semua yang mereka punya buat kami
Apalagi hanya sekedar makanan
Jadi kami tidak ingin kau jamu di meja makan istanamu yang megah seperti tamu yang lain

Malam semakin larut, kau tak jua menemui kami
Sejuta ummat menunggumu dengan sabar, tetapi apa yang kami terima?
Tetiba air menghujani kami, pedih, pedih sekali
Jangan nodai mata kami, muliakanlah tamumu, tuan.

Kami memilih tuan, karena kami percaya
Di tangan tuan, nusantara akan maju menjadi negeri baldatun toyyibah
Dengan ikhlas hati kami memilih tuan
Kursimu adalah tubuh-tubuh kami. Jangan goreskan luka di hati kami, tuan.

4 november kami bertamu dengan damai ke rumah tuan. Satu juta terkumpul ini adalah mata hati rakyat. Bukan harimau yang hendak mencari daging segar. Mungkin tuan, juga teman tuan dan rekan-rekannya tertawa jumawa melihat layar kaca. Kami disini berdzikir bersama menyebut Asmaul Husna

Aroma tubuh kami adalah tindakan dan sapaan lembut demi tegaknya keadilan
Jangan bermain darah, karena darah kami adalah darah pejuang negara ini. Kami bersatu dalam damai, kami cinta kedamaian. Tetapi kami tidak tahu menahu bila mungkin bala tentara tuan menaruh tungku di bawah darah kami

Kotabumi, 4 - 7 November 2016
foto diambil dari http://jateng.tribunnews.com/2016/11/06/aksi-4-november-dan-kerusuhan-penjaringan-tidak-saling-terkait