Sabtu, 24 September 2016

Vredebrug, Benteng Perdamaian Yang Dingin

Vredeburg, Benteng Perdamaian Yang Dingin


Jogyakarta sebagai salah satu kota pusat pariwisata di Indonesia terus berbenah diri untuk bisa meningkatkan mutu pariwisatanya sehingga baik wisatawan dalam negeri maupun luar negeri terus berdatangan.  Salah satu ikon wisata sejarah yang ada di kota Jogyakarta adalah Museum Benteng Vredeburg.

Museum Benteng Vredeburg  terletak di depan Gedung Agung dan istana Kesultanan Yogyakarta. Lokasi yang strategis dekat perkotaan dan pusat perbelanjaan Malioboro ini cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan, terlebih ketika hari libur. Untuk bisa masuk ke dalam museum ini pun, pengunjung hanya diharuskan membayar Rp. 2.000,- sebagai tiket masuknya. 

Sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan residen Belanda kala itu, benteng ini menyimpan banyak sejarah yang sangat panjang. Benteng ini dikelilingi oleh sebuah parit yang sebagian bekas-bekasnya telah direkonstruksi dan juga terdapat empat menara di tiap sudutnya yang dapat dilihat hingga sekarang. Pihak Belanda kala itu mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi Belanda. Akhirnya proyek tersebut disetujui sultan. 

Pada tahun 1760 hingga dari tahun ke tahun benteng ini terus menerus mengalami perebutan kekuasan, pemugaran dan berubah-ubah fungsinya. Benteng yang semula bernama Rustenburg diganti menjadi Vredeburg yang berarti 'Benteng Perdamaian' ini pada akhirnya di kuasai oleh Indonesia.  Museum Benteng Vredeburg resmi dibuka dan bisa dikunjungi masyarakat umum pada tahun 1987. Melalui Surat Keputusan Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan nomor 0475/O/1992 tanggal 23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.

Diorama


Museum ini dibagi menjadi 4 gedung yang berisi diorama atau Miniatur tiga dimensi yang menggambarkan pemandangan atau adegan yang sesuai dengan apa yang pernah terjadi sebelumnya.  Sejarah singkat tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia baik pada masa awal perebutan kekuasaan dari tangan penjajah sampai dengan kemerdekaan yang dicapai oleh pahlawan-pahlawan Indonesia pada waktu itu bisa kita lihat melalui cerita yang disuguhkan oleh diorama.  Pengunjung bisa dengan leluasa memasuki gedung-gedung yang berisi diorama, ruang yang sejuk dengan ac yang begitu nyaman, juga LCD dengan layar setuh sehingga memudahkan pengunjung melihat dan membaca tentang diorama yang disajikan. 



Gedung 1

 
 Sesampainya di dalam ruangan ini, pengunjung akan langsung mengetahui isi cerita sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Mulai dari era Pangeran Diponegoro, kongres Budi Utomo di Yogyakarta, berdirinya organisasi Muhammadiyah, pemogokan kaum buruh di pabrik gula di sekitar Yogyakarta, berdirinya Tamansiswa, Kongres Perempuan Indonesia yang pertama, Kongres Jong Java, hingga sejarah awal mula masuknya Jepang di Yogyakarta ada semua di sini. Pengunjung benar-benar akan mengetahui dengan jelas informasi sejarah melalui miniatur yang terlihat nyata tersebut.

Gedung 2

Sesampainya di dalam ruangan ini, pengunjung akan langsung mengetahui isi cerita tentang sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia pada era Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pengunjung dapat melihat bagaimana Sultan Hamengkubowono IX memimpin rapat dalam rangka dukungan terhadap proklamasi, Pengambil alihan percetakan Harian Sinar Matahari dan berganti nama menjadi Kedaulatan Rakyat, Penurunan bendera Hinomaru dan pengibaran bendera merah putih di Gedung Agung, Peristiwa pengeboman Balai Mataram, Gedung RRI, dan Museum Sonobodoyo oleh tentara sekutu. Selanjutnya, ada peristiwa Pertempuran Kotabaru, pelucutan senjata tentara Jepang oleh polisi istimewa, pemuda, dan rakyat. Diorama selanjutnya, ada cerita tentang berdirinya sekolah Militer Akademi di Yogyakarta, pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Kongres Pemuda di Yogyakarta, sejarah berdirinya Universitas Gadjah Mada, hingga masa pemindahan Ibukota Negara Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta.

Gedung 3

Sesampainya di dalam ruangan ini, pengunjung akan langsung mengetahui isi perjuangan pasukan Siliwangi hijrah ke Yogyakarta, Pengiriman bantuan berupa obat-obatan yang diberikan oleh Pemerintah Mesir pada masa itu, Pembukaan PON I, Perlawanan rakyat pada Agresi Militer II Belanda, Stasiun Pemancar Radio dalam perang gerilya, Intimidasi dan penggeledahan terhadap rakyat yang dilakukan oleh Belanda, Perlawanan gerilyawan TNI di Yogyakarta Selatan, Dapur Umum di daerah Gerilya yang membantu memberikan pasokan makanan para pejuang, Terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949,  Perlawanan tentara pelajar di daerah Sleman dan Perintah RIS pindah ke Jakarta.

Gedung  4

Sesampainya di dalam ruangan ini, pengunjung akan langsung mengetahui  isi cerita tentang sejarah Indonesia setelah kemerdekaan. Disini pengunjung bisa melihat jalannya pemilihan umum pertama Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta, pertemuan Rencana Colombo tahun 1959, Seminar Nasional Pancasila I, Pencanangan Tri Komando Rakyat (Trikora) sebagai upaya pembebasan Irian Barat. Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI di Yogyakarta, rapat kebulatan tekad penumpasan G30S PKI di Alun-alun Utara Yogyakarta, sampai dengan momen penyamapaian amanat dari Presiden Soeharto tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dalam rangka Dies Natalis UGM 1974 juga ada disini.


Note : Beberapa sumber dari tulisan ini di dapat penulis melalui wikipidea, Jaringan Museum dan detik.com.

4 komentar: